CERPEN : BENTANGAN HATI
BENTANGAN HATI
Tahun Pelajaran Baru
merupakan suatu kebahagiaan bagi siswa siswi yang baru tamat SMA, begitu
juga dengan Mely seorang gadis desa
berambut Panjang yang bercita-cita ingin menjadi seorang guru. Tak lama
kemudian Mely tersentak dari lamunannya
saat mendengar tukang pos memanggilnya. Sambil berlari kecil Mely
mendekati tukang pos. “surat untukku?” seraya bertanya kepada tukang pos dan
mengambil surat yang diberikan. Tanpa basa basi tukang pos pun berlalu.
“Alhamdulillah puji syukur aku panjatkan, akhirnya
datang juga apa yang aku tunggu-tunggu”
guman Mely berucap dalam hati. Terpancar
kebahagian di wajahnya saat membuka sebuah amplop yang diterima dari tukang
pos, sambil berteriak kegirangan Mely memangil ibunya yang ada di dapur dan
menunjukkan amplop yang ada di tangannya.
“ Emak …aku lulus,”sambil memeluk
ibunya. “Syukurlah nak”, jawab Emaknya. Sambil mengelus-elus rambut anak
gadisnya semata wayang.
“ Aku diterima di perguruan tinggi
swasta Ilmu Pendidikan Matematika.” Ucap Mely sambil menatap emaknya.
“Emak menangis? ”sambil menyeka butiran
kecil disudut kedua mata emaknya.
“Aku bahagia nak”, ucap emaknya sambil
memeluk Mely, walaupun batinnya sangat sedih karena harus berpisah dengan anak
semata wayangnya.
“ Besok aku akan berangkat Emak,” sambil
memeluk erat Emaknya.
“ Ya nak”, jawab Emaknya sambil mengangguk-angguk
kepalanya.
Perpisahan
antara ibu dan anak sangat mengharukan, Emaknya menitipkan pesan agar Mely
dapat menjaga diri di negeri orang. Di perjalanan Mely sudah menyusun
rencananya, 6 jam waktu yang ditempuhnya namun sekali-kali dia tersenyum penuh
bahagia. “Alhamdulillah, akhirnya tiba juga aku di sini tak lama kemudian
setelah beristirahat beberapa menit Mely menuju kampus untuk melakukan regestrasi
ulang, tak ada seorangpun yang dikenalnya saat menginjak kakinya di kampus. “
Besarnya kampus ini”, guman Mely dalam hati. Kemudian salah seorang menegurnya.
“Ambil
jurusan apa ? tanya orang itu kepada Mely.
“Aku
ambil jurusan matematika”, sahut Mely.
“
hebat ya,” guman orang itu lagi.
“ Kalau aku ambil jurusan Bahasa Inggris”
, jawabnya lagi
”
Aku pikir jurusanmu matematika”,
sahut Mely sambil tersenyum. Dan orang tersebut berlalu setelah selesai
melakukan regestrasi.
Keesokan harinya kegiatan ospek atau
pengenalan lingkungan di lakukan,rambut Panjangnya di kepang menjadi sepuluh
perintah dari kakak tingkatnya dan masih banyak lagi yang harus dibawah untuk
dipatuhi selama kegiatan ospek tersebut, namun Mely sangat menikmati kegitan
tersebut.
Tak
terasa kegiatan itupun berlalu, perkuliahan sudah dimulai hampir tiap hari
tugas selalu diberikan oleh dosen. “Hari ini mata kuliah apa ya? “Sambil menunjukkan jadwal yang ada di tembok
kamarnya. “Logaritma? ” seraya tersentak menatap jadwal yang ada di temboknya.
Kemudian buru-buru dia mandi untuk segera ke kampus. Sebelum perkuliahan
dimulai dia menuju ke perpustakaan untuk menyelesaikan tugasnya. Dia pilih
tempat duduk paling pojok setelah mendapatkan buku yang dipilihnya, namun
beberapa menit kemudian seseorang datang menghampirinya dengan sopan dan
berkata,”boleh aku duduk di sini ?” sambil menunjukkan, meja di sana sudah
penuh.
Aku terdiam hanya menganggukkan kepala
tanda setuju. Tak ada percakapan yang terjadi karena kami sibuk dengan kegiatan
kami masing-masing. Aku merasa pusing dengan tugas yang belum bisa aku jawab,
sesekali dia melirik kertas yang ada di depanku.
Kemudian dia berkata,” tugas
logaritmanya belum selesai ya? “itukan tugas dari pak Made,”sahutnya lagi.
“Akupun mengangguk-angguk kecil “,kok
tahu, ujarku sambil memutar badan
menghadap ke arahnya .
“Kitakan satu jurusan”, jawabnya sopan.
“maaf aku tidak tahu,” jawabku sambil
tersenyum malu.
Secara bersamaan kami saling tanya, kemudian
kami saling tertawa. Aku persilakan dia untuk bertanya terlebih dahulu, sambil tersipu
malu dia menanyakan namaku.
” Aku Mely ” sahutku sambal tersenyum.
Lalu dia memperkenalkan dirinya” Aku
Adi” ucapnya sambal mengulurkan tangannya.
“ Apakah tugas logaritmamu sudah selesai
?” tanyaku lagi.
“ Ya, sudah selesai “ jawabnya lagi, ada
yang bisa aku bantu.
“ soal nomor 3 belum aku pahami” jawabku
lagi.
Akhirnya diapun membantu aku untuk
menyelesaikan tugas logaritmaku. Sesekali aku coba lirik dia, hidungnya
mancung, punya lesung pipi di sebelah kanan dan berkumis tipis, tak ada
perasaan apa-apa di hatiku.
Waktu
kuliah akan segera dimulai, kamipun beranjak pergi dari perpustakaan. Di
ruangan dia duduk di pojok sebelah kanan, sedangkan aku berkumpul dengan teman mahasiswi yang lain. Belum begitu
banyak mahasiswa yang aku kenal, Mita salah seorang teman sudah aku kenal dan duduk di dekatku, “Mita
panggilku, coba lihat cowok yang duduk di pojok paling kanan”, Pinta ku.
“ Yang itu sambil menunjuk ke arah cowok
yang aku maksud,” itukan si Adi sahut Mita.
“Ya benar, si Adi “ , jawabku, kamu kenal
aku balik bertanya.
“ Ya, itukan teman SMA ku ,” Memangnya
kenapa Mely, sahut Mita.”
“Tidak apa-apa,”jawabku sambil tersipu
malu.
Tak lama kemudian pak Made datang, dosen
logaritma kemudian meminta kami untuk mengumpulkan tugas minggu lalu. Untunglah
tugasku sudah selesai, dan penjelasan tentang materi logaritma di lanjutkan
oleh pak Dosen.
Saat
pulang, aku terbiasa berjalan sendiri di
dekat pohon plamboyang, kudengar ada suara memanggilku, Aku berhenti mencari
sumber suara yang memanggil namaku dan ternyata Adilah yang memanggilku, ku
coba menegurnya “arah pulangmu lewat mana,” tanyaku sambil terkaget menatapnya.
“ lewat sini,”sahutnya.
“rumahmu di mana? ”tanyaku lagi. “ dia
menyebutkan arah jalan menuju rumahku.” Sambil terkaget, itukan arah kost ku,
“ucapkku lagi.
“kalau begitu arah rumah kita sama
dong.” Ujarnya lagi. Akhirnya kamipun pulang
secara bersamaan.
Sejak
saat itu aku dan Adi selalu bersamaan, jika ada kesulitan aku sering di
bantunya namun aku tak pernah ada perasaan apa-apa terhadapnya hanya sebatas
persahabatan. Pernah suatu hari saat pulang kuliah malam dan hari itu hujan, dia
mengajakku untuk berteduh di pos ronda ,kemudian dia menanyakan kepadaku,”Mel,
panggilan akrabnya kepadaku,apakah tidak ada yang marah jika selama ini kita selalu
bersama?” sambil menantapku.
“aku tersenyum sambil menatapnya,”
memangnya ada yang marah jawabku lagi. “Akhirnya kamipun saling tersenyum.
“Sudahlah tak ada yang marah jawabku lagi untuk menyakinkan dirinya” seraya aku
bangun untuk memastikan bahwa hujan telah redah.
Kamipun melanjutkan
perjalanan, Adi meminjamkan tasnya untuk
menutupi kepalaku dari gerimisnya hujan yang masih rintik. Terkadang di
perjalanan kami diam membisu, memang begitulah dia sedikit bicara. Sebenarnya
Mita telah lama menaroh hati dengan Adi sejak di SMA, namun Adi tak pernah
memberinya perhatian kepada Mita hal ini aku ketahui dari teman SMAnya. Tak
terasa kegiatan perkuliahan kami sudah berjalan setahun, dan kedekatanku dengan
Adi semakin erat. Saat menerima nilai di akhir semester Adi meraih nilai paling
tinggi , sementara nilaiku pas-pasan tak pernah mengalahkannya. Aku dan Adi
masuk dalam organisasi di kampus sehingga setiap ada kegiatan maka ada yang
menemaniku pulang.
Di
tahun ajaran baru tahun berikutnya aku dan Adi di tugaskan untuk menyebarkan
brusor untuk mahasiswa baru, namun saat peserta tes ujian masuk perguruan
tinggi Adi masuk dalam ruangan dan aku juga masuk dalam ruangan yang sama.
“Lho kok ikut tes ujian lagi ?” sahutku
sambil menunjuk kearah Adi.
“Kamu
juga kok masuk dalam ruangan ?” Adi balik bertanya kepada ku. Lalu, aku
tunjukkan kartu ujianku, no 89.” Ucapkku sambil memegang kartu yang ada di
tanganku.
“
Adipun menunjukkan kartu ujiannya nomor 98,” kami tertawa.
Aku dan Adi mengikuti tes ujian masuk perguruan
tinggi di ruangan yang sama dan mengambil jurusan matematika Stara I (SI) di
universitas yang berbeda.
Dalam
waktu satu bulan hasil tespun keluar, saat itu pengumuman di umumkan lewat
koran, dan ternyata no 98 tertera di koran dengan universitas Udayana jurusan
Matematika SI, sedangkan nomorku tidak ada. Saat itu hatiku tergunjang karena
Adi harus pindah kuliah. Saat selesai tes itu adalah hari terakhir aku bertemu
dengannya, sementara kuliah saat itu sedang libur, Adi sudah sibuk mengurus
perlengkapan keberangkatannya ke Denpasar. Aku tak tahu harus cari informasi ke mana tentang kabar Adi yang menghilang. Tak ada kata yang terucap dia menghilang
begitu saja, tinggallah aku sendiri dalam kesunyian. Namun aku tetap berada di
kampusku yang dulu untuk ku selesaikan studiku.
Kegiatan Perkuliahan
semester tiga sudah di mulai, aku bersama teman-teman berkumpul di depan
ruangan sambil menunggu dosen kalkulus datang tiba-tiba Kak Bandi ketua
tingkatku datang menunjukkan sebuah surat di tangannya. “Teman-teman aku dapat
surat dari Adi ” , ujarnya sambil mengumumkan kepada kami yang lagi duduk. Aku
langsung tersentak dan berhenti membaca sambil mengangkat kepalaku
memperhatikan surat yang ada di tangan kak Bandi. “Adi teman kita itu ya kak
Bandi? ” ujarku seraya bertanya. “ Ya, dia sekarang sudah kuliah di Denpasar
Universitas Udayana jurusan Matematika”, ujar kak Bandi, dia menitipkan salam
buat kita semua dan permohonan maafnya karena tidak sempat pamit sama kita”,
ujar kak Bandi lagi sambil tersenyum menatap surat yang ada di tangannya.
Lalu aku berdiri mendekati kak Bandi,”
mana suratnya, “ pintaku sambil mengulurkan tangan untuk mengambil surat dari
kak Bandi. Kemudian aku membaca dan mencatat alamatnya.
“Syukurlah
teman-temanku tidak ada yang melihat reaksi mukaku yang memancarkan rindu yang
terpendam.” Gumanku dalam hati.
Malam hari Aku coba merangkaikan
kata-kata untuk Adi, ku selipkan rasa rindu yang mendalam diantara untaian
kata-kata yang kutulis itu. Keesokan harinya aku mampir di kantor pos untuk
mengirimkan surat yang sudah ku tulis semalam
kemudian barulah aku menuju ke kampus. Sudah tiga bulan lamanya surat
yang aku tuliskan itu tak jua ada balasannya. Apakah suratku sudah sampai
ketangannya ataukah tidak, ataukah mungkin dia sudah melupakan diriku, atau
bahkan sudah ada orang lain di hatinya? Begitu banyak pertanyaan yang muncul di
benakku.
Aku hanya berdiam
diri Sambil sesekali mengusap mataku agar butiran bening itu tak jatuh ke
pipiku, aku menarik napas Panjang untuk menghilangkan sesak di dadaku.” Aku mencoba
tepiskan, sudahlah biar waktu yang akan menjawab”, bisikku dalam hati sambil
kubereskan buku-buku yang berserakan di atas meja. “Apakah aku mulai jatuh
cinta?”bisikku lagi dalam hati,kenapa rasa rindu itu semakin membara, andaikan
saat ini dia ada di depanku akan aku ungkapkan segala rasa yang ada. Aku jadi
tertawa sendiri dengan kata-kataku,karena selama ada dia di sampingku kami
tidak pernah mengucap sepatah katapun tentang cinta sebab yang ada dibenak kami
hanyalah tugas yang harus segera terselesaikan.
Hari
itu langit cerah aku sedang merapikan kamar dengan ukuran kecil disesuaikan
dengan anak kost. Tak lama kemudian suara sepeda motor berhenti di depan pintu
gerbang, pos pos suara memanggil, aku berlari sambil meninggalkan baju yang
sedang aku lipat.”untuk siap pak? ” jawabku. Kemudian ada 5 buah amplop yang di
sodorkan oleh tukang pos kepadaku dengan nama yang berbeda dan aku mengambilnya,
lalu aKu baca satu persatu dari amplop yang ada, dan ternyata ada namaku
tercantum di antara surat tersebut. Surat yang lainnya aku serahkan ke kamar
sebelah dan aku bergegas menuju ke kamar untuk membuka surat dari Adi,
jantungku berdetak keras saat aku buka amplop kemudian aku membaca suratnya.
“ Nih,
aku minta maaf dulu ya,karena aku sudah lama sekali tidak membalas suratmu itu.kamu
mungkin sudah berpikir kalau aku sudah melupakanmu, sabar dulu ya? Maklum orang
sibuk (ha..ha..ha) sebenarnya ngak begitu Mell, terlalu banyak masalah yang
kuhadapi baik di perkuliahan ataupun diluar itu. Kalau ku jelaskan mungkin kamu
malas membacanya. Ceritanya Panjang dan berbelit-belit. Yang jelas sekarang ini
kamu lagi membaca suratku kan? Jadi ini telah membuktikan bahwa aku selalu
ingat sama kamu dan tidak melupakanmu, termasuk membalas suratmu ya?”
Begitulah
isi surat yang aku terima,sebanyak dua lembar mengungkapkan permohonan maafnya
atas penantianku yang Panjang. Sesekali aku
tersenyum bahagia ternyata cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Akupun
melangkah bersenandung dengan suara yang lembut menyanyikan kidung kemesraan
sambil sesekali tersenyum, lalu melanjutkan membaca sampai selesai. Sejak saat
itu aku dan Adi sering mengirim surat sebagai tali penghubung di antara kami.
Pernah suatu hari dia menceritakan bagaimana sulitnya kuliah di tempatnya
bahkan dia minta kepadaku agar aku mendoakannya supaya tidak putus di tengah jalan
bahkan dia berpesan kepadaku “ jika kelak
aku menjadi seorang guru maka jadilah guru yang baik, pahamilah perasaan anak
didiknya,sebab guru yang tak mau kerja keras pada pekerjaannya akan menimbulkan
kesengsaraan yang berkepanjangan pada muridnya karena kesalahan yang dimulai
dari awal”. Setelah mely tamat nanti
jangan lantas tutup buku, “ingat belajar seumur hidup” dan dia menyarankan
kepadaku agar aku rajin-rajin menulis, baik buku diari ataupun yang bersifat
ilmiah. Betapa banyak manfaat menulis siapa tahu kelak kamu bisa menulis
cerpen, berita dan sebagainya jangan lupa seorang guru harus bisa menulis.
Begitulah
isi pesan yang dia tulis untukku melalui
surat yang sering dia kirim hampir setiap bulan dia menyuratiku. Pernah dia
tuliskan “ soal kuliahku tak mungkin
selesai secepatnya, untuk itu aku harus bertarung dengan waktu”
Saat aku membalas suratnya kuceritakan” bahwa aku sedang mengikuti Praktek Pengalaman
Lapangan (PPL)” karena Aku hanyalah seorang Mahasiswa Diploma Tiga, di
tempat kuliahku tidak ada jurusan Sarjana Pendidikan matematika. Dia sangat
senang mendengar aku sudah PPL itu berarti sebentar lagi aku akan tamat kuliah
dia selalu memberi aku semangat untuk selalu menjadi guru yang baik,jujur
melaksanakan tugas , berwibawa, tekun dan ikhlas dalam bekerja tanpa banyak
berharap pamrih,kalau mungkin tirulah figure umar Bakry sebagai guru ulet
seperti dalam lagu Iwan Fall. Seperti yang diungkapkan di dalam suratnya.
Tak
terasa kuliahku telah selesai Aku mendapat gelar Ahli Madya (A.Md) namun saat
aku diwisuda Adi tak dapat hadir karena dia harus menghadiri seminar dan sibuk
di kampus. Aku dan dia baru bisa bertemu saat libur akhir semester untuk
melepas rindu kami hanya saling mengirm surat. Aku harus kembali ke kampung
halamanku untuk kuterapkan apa yang sudah aku dapatkan di bangku kuliah, di
sekolah swasta aku mengabdi tapi beberapa bulan kemudian ada pengumuman tes calon Pegawai Negeri Sipil aku mencoba
mengadu nasib dengan mengikuti tes tersebut. Dan hal ini tak luput aku
beritahukan kepada Adi, dia sangat senang dan selalu berpesan agar aku menjaga
kesehatan. Pada saat aku berulang tahun dia mengirimkan kartu ulang tahun
dengan ucapan “ Selamat ulang tahun,
semoga semakin dewasa dalam berpikir dan bertindak, semakin sadar akan agungnya
waktu yang tak bisa dilihat namun berarti dalam hidup ini, akhirnya aku doakan
semoga lulus dalam test berikutnya “sementara aku selalu kekurangan waktu,
hari-hari berlalu aku bayangkan seperti air yang mengalir di sungai besar
sementara aku Cuma memandangnya, entahlah apa yang akan terjadi “ ucapnya dalam
tulisan yang dikirmkannya kepadaku.
Beberapa bulan
kemudian pengumuman hasil tes yang telah aku ikuti keluar dinyatakan lulus penempatan tugasku di
kecamatan lain yang jauh dari tempat kelahiranku.
Kunikmati
tugas baruku menjadi seorang guru yang walaupun aku harus berpisah lagi dengan
kedua orang tuaku padahal baru beberapa bulan aku berkumpul dengannya. Saat ini
Adi sedang melaksanakan PPL jadi aku tidak berani mengganggunya biar dia segera selesai. Namun saat Aku
berjalan keluar dari kelas karena jam
pelajaran telah selesai seorang teman guru memanggilku dan memberiku sepuncuk
surat. Aku bergegas untuk segera mengambilnya dan aku sudah tahu kalau itu adalah
surat dari Adi.
Aku buru-buru mencoba membuka karena
cukup lama kami tidak saling berkirim surat. Di awal suratnya selalu minta maaf
atas keterlambatan membalasnya begini isi suratnya “
“Tak seorangpun menginginkan suatu derita dibebankan pada dirinya.Namun
jika yang kuasa menghendaki, maka tak ada jalan lain bagi kita yang mengaku
beriman, harus menerima dengan tabah dan tawakkal, Begitulah kenyataan terhadap
diriku. Saat ini aku sedang mengalami pengobatan terhadap penyakit yang tak
pernah kubayangkan terjadi yaitu “ tumor pada usus Besar” kini aku lagi di
opname dan memasukkan obat ,efek dari obat ini rambutku rontok,sering muntah
dan mukaku pucat. Kamu dapat membayangkan apa yang terjadi pada diriku dan
tolong balas dulu kertasku ini sebagai bukti bahwa Mely tidak hilang dari
peredaran pos”
Aku terpaku sambil
menatap surat yang aku pegang tak terasa butiran itu meleleh di pipiku, Aku tak
tahu bagaimana perasaanku saat ini aku ingin teriak sekuat-kuatnya, dadaku
sesak ku Tarik napas Panjang namun butiran itu tak berhenti meleleh, “Ya Allah
angkatlah penyakitnya” hanya itu yang bisa aku ucapkan dalam hati. Lalu aku
putuskan untuk berangkat ke Denpasar untuk menengoknya. Adi sangat mengharapkan
kehadiranku di sisinya, walaupun dia menuliskan agar aku segera membalas
suratnya namun sebenarnya dia ingin aku berada di sisinya dan ingin aku
menghiburnya. Tak lama kemudian kepala sekolahku datang akupun buru-buru
menghapus air mataku, lalu diberikan aku sepucuk surat dinas, setelah ku baca
surat itu adalah pemanggilan calon pegawai negeri sipil untuk mengikuti
prajabatan. Langsung aku terdiam mana yang harus aku pilih antara cinta dan
cita-citaku. Semakin hatiku bergejolak aku tak tahu mana yang harus aku
dahulukan.
Aku terpaku diam
membisu tak terasa semua teman-teman guru sudah beranjak pulang, tinggallah aku
sendiri di dalam ruangan. Dua surat yang aku terima berada di timbangan yang
sama.” Ya Allah Aku memohon kepadamu, berikan aku petunjuk ”, pintaku dalam
hati apa yang harus aku lakukan. Aku membereskan buku yang ada di depanku
kemudian akupun pulang.
Tanggal untuk
mengikuti prajabatan yang sudah di tentukan dalam surat dinas dua
hari lagi, akhirnya aku harus memutuskan untuk menunda keberangkatanku ke
Denpasar, sementara kegiatan prajabatan yang harus aku ikuti selama 10 hari.
Aku mulai sibuk mengurus berkas yang menjadi persyaratan untuk mengikuti
prajabatan tersebut. Ku yakinkan diriku bahwa inilah yang terbaik untuk ku
jalani. Walaupun di sisi lain hatiku berontak untuk ingin bertemu dengan Adi.
Aku haru focus dulu dengan tugasku, andaikan aku tidak mengikuti prajabatan
berarti aku mengundurkan diri menjadi Pegawai Negeri, sementara untuk jurusan
Diploma III ini adalah tahun terakhir penerimaannya. Aku tuliskan surat buat
Adi sebagai permintaan maafku bahwa aku tidak bisa datang untuk menemuinya
sekarang berhubung aku harus mengikuti prajabatan dan aku berjanji bahwa
selesai kegiatan ini aku akan menemuimu. Walaupun berat rasa hatiku, namun apa
yang aku putuskan ini berhubungan dengan masa depan kita, kamu tetap semangat
karena hidup kita masih panjang, ingatlah umur itu Allah yang akan menentukan
kamu harus kuat untuk melawan penyakit itu, dan aku yakin kamu pasti bisa
melawan penyakit itu.Kegiatan yang aku ikuti ini selama 10 hari, aku akan
datang setelah kegiatan ini selesai. Begitulah isi surat yang aku kirimkan buat
Adi.
Hari ini aku
berangkat menuju hotel tempat kegiatan
prajabatan dilaksanakan, di sana aku berkumpul dengan seluruh peserta calon
pegawai negeri sipil yang dulu sama-sama kami mengikuti tes dari berbagai macam
ilmu, di situ kami berkumpul kembali.
Kami diberikan materi kemudian ada tugas yang harus segera di selesaikan ,lalu
kami presentase dan masih banyak tugas yang lainnya. Kami di bekali dengan ilmu
yang baru untuk menghadapi pekerjaan kami kedepan.
Diantara
kesibukanku dalam mengikuti prajabatan terkadang ada terblesit pikiranku
tentang Adi bagaimana kondisinya saat ini , namun aku segera mengalihkan
pikiranku kepada kegiatan yang sedang aku ikuti sebab jika kegiatan ini nilaiku
rendah maka aku di nyatakan tidak lulus kucoba buang jauh-jauh lamunanku dan
akupun menarik nafas panjang agar sesak di dadaku bisa terasa longar. Saat
kegiatan berlangsung aku selalu duduk di bangku depan agar materi yang di
sampaikan dapat aku terima dengan baik, karena aku tidak ingin mengulang jika
nanti nilaiku tidak mencapai target. membuat makalah untuk dikumpulkan adalah kegiatan terakhir dari prajabatan ini,
terkadang aku harus menyelesaikan tugas sampai larut malam.
Tak
terasa waktu 10 hari itu berlalu, penutupan kegiatan prajabatan itu pun telah
selesai aku buru-buru pulang langsung menemui orang tuaku untuk minta izin
berangkat ke Denpasar untuk menjenguk Adi yang lagi berbaring di Rumah Sakit
Sanglah Denpasar. Aku utarakan niatku kepada Emakku.
“ Emak, aku mau berangkat ke Denpasar “,
ujarku sambil air mataku tak dapat aku tahan.
Emakku langsung menoleh dan tersentak,
lebih heran lagi saat melihat aku menangis.
“ Ada apa kamu ke Denpasar? “ada nada
keras yang terlontar dari ucapan Emaknya.
“ Adi Sakit Mak “, jawabku sambil
memelas, dan air mataku tak bisa lagi kutahan. Setelah mendengar jawabanku,
lalu Emak datang mendekatiku sambal bertanya.
“kamu akan berangkat sama siapa? “
dengan nada mulai meredah.
“ aku akan berangkat sendiri Emak” ,
jawabku lagi.
“ Apa ? “ sambal mengangkat kepalanya,
Emakku balik bertanya, lalu
Sejenak Emak terdiam menantapku, sambil
termenung karena dia tahu aku belum pernah nyebrang ke Denpasar. Dari tempat
aku tinggal menuju Denpasar dua kali
harus nyebrang di perjalanan selama sehari semalam , hal itu belum pernah aku
tempuh, Emak mengkhawatirkan diriku jika aku berangkat sendiri ke Denpasar,
belum lagi bagaimana cara Emaknya akan menyampaikan hal ini kepada Ayah Mely
itu yang menjadi pikiran Emaknya.
Lalu Emak berkata,” pikirkan lagi nak,
kalau kamu berangkat sendiri” ucap emak sambil meninggalkan diriku sendiri,
lalu menuju ke dapur.
Keesokan
harinya aku berangkat sekolah untuk pertama kalinya sejak kepulanganku dari
prajabatan. Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah. Kegiatan pengenalan
lingkungan untuk siswa baru akan di laksanakan, namun hatiku masih gelisah
karena kedua orang tuaku masih ragu mengizinkan diriku jika aku berangkat
sendiri, di perjalanan menuju sekolah “aku berpikir bagaimana jika aku mengajak
Mia untuk berangkat “ bisikku dalam hati.
Tiba-tiba Mia datang sambal menyapa,
“ Mel ada surat di laci mejamu dari pak
pos “, ujar Mia sambal berjalan.
“ Mia tunggu “, ucapku, sambil buru-buru
aku meletakkan standar hondaku.
“ Ada apa Mel”, ucap Mia, sambal
berhenti menunggu ke datanganku.
“ Begini Mia, aku ingin mengajakmu ke
Denpasar”, karena Emak di rumah mengkhawatirkan diriku jika aku berangkat
sendiri, ujarku.
“Tapi janji, kamu yang tanggung semuanya
“, sambil berjalan menuju ruang guru. Aku tersenyum menatap Mia “terima kasih
ya cantik “ ucapku
Lalu Mia mengingatku, “ada surat di laci
mejamu” sambal menunjukan laci yang atas.
“terima
kasih ya? “ ucapku lalu ku ambil surat itu.
Aku segera
membukanya, dan aku yakin bahwa ini bukan tulisan Adi, setelah di buka lalu aku
baca, aku terkejut ternyata surat itu dari ayahnya Adi . Beliau menceritakan
kondisi Adi saat ini.
“ Nak
Mely, aku ini ayahnya Adi. Perlu Ananda ketahui bahwa kondisi Adi saat ini
semakin memburuk, obat di masukkan setiap 3 minggu sekali. Hal ini sudah
berjalan selama 2 kali, adapun pengaruh dari obat ini rambutnya rontok, nafsu
makan berkurang, mual-mual dan masih banyak lagi.Orang tua mana yang tega
melihat kondisi anaknya saat ini, andaikan kau tahu dia selalu menanyakan
tentang dirimu, terkadang dia minta untuk keluar dari kamar sambil mengendong
infus dan duduk di taman rumah sakit hanya menunggu kedatanganmu. Sesekali
dalam ketidak sadarannya Adi sering menyebut namamu, terkadang kami putus asa
melihat kondisinya, dokter memponis penyakitnya sudah stadium 4 kami tak dapat
berbuat apa-apa , saat ini kami hanya berdoa dan mengharap mujizat agar dia
segera pulih, apa yang dia minta ingin segera kami penuhi, jika berkenan
carikan air madu yang asli untuk di jadikan obat . Andaikan ananda tidak sibuk
kita akan berangkat, dan ayah akan menunggu di lembar untuk menyebrang
Bersama-sama.
Begitulah
isi surat dari ayah Adi, beliau sangat mengharapkan kedatanganku, aku berniat
akan segera berangkat untuk memenuhi janjiku, madu yang dia pesan aku paket
dulu melalui pos, sambil hatiku berkata ini sebagai pengantiku sebelum aku
datang. Perjalanan ke Denpasar membutuhkan waktu satu hari satu malam,
sementara paket kilat hanya sehari perjalanan.
Sebelum
berangkat aku akan izin dulu dengan kedua orang tuaku dan memberitahu
bahwa aku akan berangkat Bersama Mia, aku yakin bahwa emak dan bapak akan
mengizinkan. rencananya selasa kami akan
berangkat.
Hari senin aku mengikuti upacara. Saat upacara
baru saja di mulai penjaga sekolahku datang mendekatiku dan memberikan aku
telegram , telegram adalah pesan yang di kirim melalui telegraf, tarif mengirim
telegram dihitung berdasarkan jumlah karakter,melalui telegram ini hanya pesan singkat
yang dapat di tulis. Kemudian aku keluar dari barisan upacara untuk membuka
telegram yang di berikan kepadaku.
Aku membuka telegram
tersebut hanya ada 3 kata “ Adi Sudah meninggal” Aku langsung teriak tak
sadarkan diri, teman-teman guruku datang
mengerumuniku saat mereka tahu apa yang sedang menimpahku. Sejenak aku
tersadar, namun saat aku ingat air mataku jatuh berderai tak dapat aku bendung
ada rasa penyesalan di hatiku karena aku tak dapat memenuhi janjiku untuk
menemuinya. Aku terus menangis sampai mataku membengkak. Aku mau berangkat
untuk melihat jazadnya untuk yang
terakhir kali namun tak ada gunanya karena dia sudah meninggal tiga hari yang
lalu dan beritanya baru hari ini aku ketahui. Sehingga aku tak henti-hentinya
menangis,ada rasa penyesalan di dalam diriku karena tidak dapat memenuhi
janjiku. Dan air mata itu selalu mengalir dan terus mengalir tak dapat di
bendung. Allah tak mengizinkan kita untuk bertemu,semua pesanmu akan ku simpan
di hati. Dalam diamku air mata terus mengalir, baru terbayang akan semua isi suratmu yang selalu mengungkapkan
bahwa kamu kekurang waktu.
Aku menarik nafas Panjang, ah… Tak kan ada
lagi goresan penamu yang selalu menyemangatiku, kau telah pergi untuk
selama-lamanya. selamat jalan yang terkasih, kan ku simpan namamu di hati ini.
Kelak semua impianmu akan aku wujudkan sebagai bukti bahwa aku menyayangimu.
Tidurlah dengan damai sayangku tak kan ada sakit lagi yang kau rasakan, tinggal
aku sendiri merana di sini. Allah punya rencana lain di luar rencana kita.
Komentar
Posting Komentar