Puisiku Hari Ini

Hari ini, kutulis puisiku dengan perasaan getir, 

Tentang anak kecil yang ditinggal pergi oleh mimpi,

Ayah dan ibu yang hilang di kejauhan langkah

Meninggalkan dirinya bersama kakek tua di rumah sepi


Kakeknya selalu memberi uang seadanya,

Sedikit rupiah untuk jajan di kantin sekolah,

Namun mengapa, wahai anakku kau terus mencuri

Apa yang kau curi, sepotong permen, sekeping harapan?


Hari ini, kulihat lagi tangan kecilmu,

Menyelinap di sela-sela laci kantin

Mengambil yang bukan milikmu, dengan cepat kau sembuyikan

Seakan dosa ini sudah biasa kau lakukan


Aku seorang guru , tak bisa lagi menahan marah

Sudah berulang kali kau lakukan hal yang sama

Tapi saat aku menegur, kau hanya menunduk diam

Dan butiran bening jatuh di sudut matamu

Menangis tanpa suara, tanpa kata


"Apa yang kau cari, anakku?"tanyaku dengan suara gemetar,

Adakah yang kurang dari tangan kakek yang setia?

Atau ada rindu yang tak terucap, di balik kelakuanmu ini?

Ia mengusap air mata dengan punggung tangan kecilnya

Seperti ingin menghapus kesedihan yang begitu mendalam


"Bukan uang, bukan roti yang kucuri, Bu guru," Katanya,

"Aku hanya ingin merasakan, seperti anak-anak lain,

Yang ibunya memeluk sepulang sekolah

Yang ayahnya tersenyum bangga saat melihat laporan nilai."


Dan aku terdiam, terhenti oleh kata-kata yang tajam,

Antara marah yang mulai memudar, dan iba yang menguat

Mungkin ia mencari lebih dari sekedar benda,

Ia mencari cinta, kehangatan yang tak pernah ia rasa


Maka hari ini, kutulis puisiku dengan air mata

Bukan tentang pencurian di kantin sekolah

Tapi tentang hati yang merindukan cinta yang hilang

Seorang anak yang terus mencuri, meski ia sendiri tak tahu

Apa yang ia curi bukanlah barang, melainkan kasih yang tak pernah ia temui.



Utan, 15 November 2024



    


Komentar

Postingan populer dari blog ini