KAIDAH DALAM MENULIS PANTUN


 

Pertemuan   ke                : 18
Gelombang   ke               ; 32
Hari/Tanggal                    : Senin, 3 Maret 2025
Nara Sumber                    : Miftahul Hadi, S.Pd
Moderator                        : Lely Suryadi, S.Pd.SD
Materi                               : Kaidah Pantun    

Masak lak sa pakai minyak Zai tun
Minyak Jelan tah padat le mak
Saat pua sa belajar Pan tun
 Bersama Pak Mif tah dari De mak

Duduk di lan tai beralas kela sa
Sambil mera mu bumbu klu ban 
Walau San tai  di bulan  pua sa
Mencari il mu tetap kewaji ban


Tak terasa sudah memasukki pertemuan ke 18, sebagai nara sumber pada pertemuan kali ini adalah bapak Miftahul Hadi, S.Pd dan moderator ibu Lely Suryani, S.Pd.SD, Materi pada pertemuan kali ini adalah Kaidah Pantun. Pantun memiliki peran penting dalam budaya masyarakat sebagai media penyampaian pesan, nasihat, dan hiburan. Oleh karena itu, memahami kaidah pantun, seperti struktur bait, rima, dan makna, menjadi hal yang esensial agar dapat menciptakan dan mengapresiasi pantun dengan baik. hal ini akan di bahas oleh nara sumber tentang kaidah pantun.



Pantun adalah warisan budaya Indonesia. Tradisi Pantun telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak benda oleh UNESCO tanggal 17 Desember 2020. Jadi sebagai langkah untuk turut menjaga warisan budaya, mari kita berpantun. 

Adapun pengertian dari pantun dari berbagai sumber.

Pantun menurut Renward Branstetter (Suseno, 2006; Setyadiharja, 2018; Setyadiharja, 2020) berasal dari kata “Pan” yang merujuk pada sifat sopan. Dan kata “Tun” yang merujuk pada sifat santun. Kata “Tun” dapat diartikan juga sebagai pepatah dan peribahasa (Hussain, 2019)
Tuntun (Pampanga): teratur, Tonton (Tagalog): mengucapkan sesuatu dengan susunan yang teratur, Tuntun (Jawa Kuno): benang, Atuntun: teratur, Matuntun: pemimpin, Panton (Bisaya): mendidik, Pantun (Toba); kesopanan atau kehormatan (Hussain, 2019)

Pantun berasal dari akar kata “TUN” yang bermakna “baris” atau “deret”. Asal kata Pantun dalam masyarakat Melayu-Minangkabau diartikan sebagai “Panutun”, oleh masyarakat Riau disebut dengan “Tunjuk Ajar” yang berkaitan dengan etika (Mu’jizah, 2019)

Pantun adalah termasuk puisi lama yang terdiri dari empat baris atau rangkap, dua baris pertama disebut dengan pembayang atau sampiran, dan dua baris kedua disebut dengan maksud atau isi (Yunos, 1966; Bakar 2020)

Pantun merujuk kepada sesuatu yang teratur dan lurus, baik secara maujud (konkrit) maupun mujarad (abstrak) serta bertujuan memimpin, mendidik, dan memberikan panduan (Harun Mat Piah dalam Bakar, 2020). Kamus Bahasa Melayu Nusantara (2003) menjelaskan bahwa Pantun adalah sejenis peribahasa yang digunakan sebagai sindiran

Pantun merupakan salah satu kekayaan seni verbal. Beberapa pertunjukan pantun bersifat narasi, misalnya Kentrung di Jawa Tengah dan Jawa Timur menggunakan struktur "pantun" untuk menceritakan kisah-kisah sejarah keagamaan atau sejarah lokal dengan iringan genderang.

Pada hakikatnya, sebagian besar kesusastraan tradisional Indonesia membentuk pondasi dasar pertunjukan genre campuran yang kompleks, seperti "randai" dari Minangkabau wilayah Sumatra Barat, yang mencampur antara seni musik, seni tarian, seni drama, dan seni bela diri dalam perpaduan seremonial yang spektakuler.

Pantun tidak hanya di kenal di Indonesia tetapi negara tetangga sepeti Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand juga mengenal dan mencoba melestarikan pantun

 Pantun telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda secara nasional pada tahun 2014. Pantun diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Tak benda pada sesi ke-15 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Kantor Pusat UNESCO di Paris, Prancis (17/12/2020).

Kalau kita berbicara tentang pantun, ingatan kita pasti tertuju pada suku bangsa Melayu di Pulau Sumatera dan sebagian Kalimantan tapi ternyata, tiap daerah memiliki kebudayaan yang hampir sama seperti pantun. 

Menurut Suseno (2006) di Tapanuli pantun dikenal dengan nama ende-ende.

Contoh:
Molo mandurung ho dipabu,
Tampul si mardulang-dulang,
Molo malungun ho diahu,
Tatap siru mondang bulan.

Artinya:
Jika tuan mencari paku,
Petiklah daun sidulang-dulang,
Jika tuan rindukan daku,
Pandanglah sang bulan purnama.

Sedangkan di Sunda, pantun dikenal dengan nama paparikan.

Contoh:
Sing getol nginam jajamu,
Ambeh jadi kuat urat,
Sing getol naengan elmu,
Gunana dunya akhirat.

Artinya:
Rajinlah minum jamu,
Agar kuatlah urat,
Rajinlah menuntut ilmu,
Berguna bagi dunia akhirat..

Pada masyarakat Jawa, pantun dikenal dengan sebutan parikan.

Contoh:
Kabeh-kabeh gelung konde,
Kang endi kang gelung Jawa,
Kabeh-kabeh ana kang duwe,
Kang endi sing durung ana.

Artinya:
Semua bergelung konde,
Manakah yang gelung Jawa,
Semua telah ada yang punya,
Mana yang belum dipunya.

nah, itu beberapa contoh pantun dari berbagai daerah di Indonesia. Jika dicermati, bentuknya hampir sama dengan jumlah empat baris tiap baitnya. hampir semua daerah mengenal pantun dengan namanya masing-masing sesuai dengan daerahnya.

Jika kita melihat tayangan di televisi, sosial media atau lainnya. Kita terkadang miris jika pantun digunakan sebagai bahan candaan, mengolok-olok bahkan membully orang lain.

Lalu sebenarnya, apakah pantun tidak memiliki fungsi?

Ada beberapa fungsi dari pantun
1.  Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan
      menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar.
     Jadi tidak boleh sembarangan kita harus benar-benar pikirkan pemilihan kata maupun pesan yang
     ingin disampaikan
2. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata.
    secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.

Bagiamana sih sebenarnya ciri-ciri pantun itu??

Ciri-ciri pantun

1. Satu bait terdiri atas empat baris
2. Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata
3  Satu baris terdiri atas delapan sampai dua belas suku kata bersajak a-b-a-b
4. Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang
5. Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud

ciri pertama itu  tidak bisa ditawar. harus empat baris ciri kedua, usahakan jika membuat pantun memakai empat sampai lima kata tiap barisnya. karena keindahan pantun terletak disini

ciri ketiga juga tidak bisa ditawar , harus delapan sampai duabelas suku kata
jadi  yang sudah pernah membuat pantun, dihitung lagi berapa suku kata tiap barisnya
tidak boleh kurang dari 8 dan tidak boleh lebih dari 12 yaa ciri selanjutnya usahakan bersajak a-b-a-b

jika terpaksa menggunakan sajak a-a-a-a gimana? boleh, tapi akan mengurangi keindahan pantun itu sendiri ciri berikutnya, baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang
namanya pembayang karena tidak memuat pesan pantun. ciri terakhir adalah baris ketiga dan keempat disebut isi atau pesan
 kadang kita menemui pantun yang jumlahnya dua baris atau pantun dengan sajak a-a-a-a

perbedaan antara pantun, syair dan gurindam


Syair adalah terdiri dari a-a-a-a

kita lihat rima akhirnya, semua memiliki bunyi yang sama. itulah yang dinamakan sajak a-a-a-a-
baris satu sampai empat memiliki keterkaitan isi dan pesan jadi tidak ada sampiran dan isi
karena semuanya isi atau pesan

contoh gurindam:
1. Jika selalu berdoa berdzikir,
        Ringan melangkah jernih berpikir.

2. Jika rajin zakat sedekah,
       Allah akan tambahkan berkah.

tiap bait hanya dua baris, menyatakan sebab akibat, dan memiliki sajak a-a

Kalau karmina atau pantun kliat itu yang seperti apa mas??
Terdiri dari dua baris
Baris pertama disebut sampiran
Baris kedua disebut isi
Memiliki sajak a-a
Antara sampiran dan isi tidak memiliki hubungan sebab akibat
Disebut juga pantun kilat

Contoh karmina

Sudah gaharu cendana pula
Sudah tahu bertanya pula


Dalam membuat pantun usahakan ketika mencari kata dengan bunyi akhir yang sama, tidak hanya 1 huruf terakhir
minimal dua huruf paling belakang, atau lebih bagusnya tiga huruf 

 contoh pantun

Memotong rebung pokok kuini,
Menanam bidara akar seruntun,
Mari bergabung di siang ini,
Dalam acara belajar pantun.

Berdasarkan kaidah atau ciri pantun dilihat dari jumlah baris, jumlah kata, jumlah suku kata, rima akhir
Pantun terdiri dari 4 baris
Terdiri dari  8 kata
Bersajak ab ab
Baris pertama dan kedua  pembayang
Baris ketiga dan keempat mengandung arti

terdiri dari 4 baris. terdiri dari 17, terdiri dari 8-12 suku kata, rima akhir abab. Baris ke1dan 2 pembayang atau sampiran, baris ketiga dan empat isi atau pesan

Baris pertama terdiri atas empat kata, baris kedua terdiri atas empat kata, baris ketiga terdiri atas empat kata, baris keempat terdiri atas empat kata.

kojika ingin empat kata usahakan semua baris memakai empat kata.

selanjutnya Baris pertama terdiri atas sepuluh suku kata, baris kedua terdiri atas sebelas suku kata, baris ketiga terdiri atas sepuluh suku kata, baris keempat terdiri atas sepuluh suku kata tidak timpang kan ? ini juga, letak keindahan pantun dilihat dari jumlah suku kata tiap barisnya

Memotong re bung pokok ku ini,
Menanam bid ara akar serun tun,
Mari berga bung di siang ini,
Dalam ac ara belajar pan tun.

ini namanya rima tengah dan akhir 

1. Rima akhir
Pohon nangka dililit bena lu,
Benalu runtuhkan batu ba ta,
Mari kita waspada sela lu,
Wabah penyakit di sekitar ki ta.



Demikian langkah-langkah dalam menulis pantun


EMMI SUHAIMI

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar